KH Yoyok Rasywadi
Ustadz Yoyok Rasywadi adalah pria Sunda. Ia lahir di Tasikmalaya Jawa Barat pada 1942. Ia sempat nyantri di Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor Ponorogo dan lulus pada 1963. Semasa di Gontor, ia adalah teman seangkatan Ustadz Abu Bakar Ba‘asyir. Oleh karena itu, sebelum terlibat dalam pendirian Pesantren Al-Mukmin, ia sudah akrab dan mempunyai hubungan yang baik dengan Ustadz Abu.
Sebagaimana Ustadz Abu Bakar Ba‘asyir, Ustadz Yoyok merupakan figur pengajar dan pendidik (murabbi) yang banyak mencurahkan waktu dan tenaganya untuk para santri. Ia mempunyai komitmen keilmuan yang kuat terhadap para santri. Ia berkomitman untuk menghidupkan bahasa di kalangan santri seperti yang berlaku di Pesantren Darussalam Gontor. Semua itu bisa ia jalankan dengan baik karena sebagian besar waktunya memang fokus untuk pesantren. Saat awal Al-Mukmin berdiri, ilmu akidah memang belum mendalam. Meskipun demikian, komitmen untuk menjalankan apa yang diketahui oleh santri sangat kuat.
Hubungan Ustadz Yoyok dengan santri sangat dekat; baik itu santri besar maupun santri kecil. Mereka saling menyapa. Setelah itu, tidak jarang Ustadz Yoyok memberi nasihat kepada santri. Ia juga sering berolah raga bersama para santri di waktu-waktu senggangnya. Hampir setiap Jumat pagi atau sore, Ustadz Yoyok bermain badminton bersama santri.
Ketika mengajar di kelas, Ustadz Yoyok sangat disukai oleh santri. Di antara pelajaran yang ia ampu adalah bahasa Arab. Ia menyampaikan pelajaran dengan cara yang mudah dipahami. Saat ada santri yang belum paham, ia dekati dan ajari dengan pelan-pelan. Perhatian Ustadz Yoyok kepada santri tidak hanya berhenti di kelas. Di luar kelas pun, ia sering daur (berkeliling) ke kamar-kamar. Wajar saja jika para santri sangat mencintainya.50
Komitmen untuk mendidik santri dan memberinya sesuatu yang terbaik terus dipegang kuat-kuat meski dalam keadaan tidak sehat. Ustadz Muchshon, alumni Madrasah Aliyah Al-Mukmin tahun 1987, menceritakan bahwa sebelum meninggalkan pesantren, ia sempat menemui Ustadz Yoyok untuk berpamitan. Saat itu Ustadz Yoyok sedang sakit parah hingga akhirnya meninggal dunia pada Rabu, 23 Desember 1987. Dalam keadaan demikian, Ustadz Yoyok menyampaikan nasihat, “Kalian harus berusaha untuk bisa mempengaruhi orang lain, tentunya pengaruh yang baik. Jangan malah kalian yang terpengaruh oleh lingkungan yang tidak baik. Kemudian ketika kalian kuliah nanti, usahakan untuk mencari tempat tersendiri bersama teman-teman kalian sesama anak Ngruki agar bisa saling menasihati dan menjalankan puasa Senin-Kamis. Kalau pun tidak bisa, ya usahakanlah menjadi takmir masjid. Kemudian, kalian ini laki-laki dan sudah baligh. Jadi, sudah tidak layak lagi untuk dibiayai. Berusahalah minimal untuk bisa menghidupi diri sendiri, syukur-syukur bisa menghidupi orang lain.”51 Nasihat ini ternyata adalah nasihat wada‘ yang diterima oleh Ustadz Muchshon dari Ustadz Yoyok. Beberapa bulan setelah itu, Allah memanggil Ustadz Yoyok ke haribaan-Nya. Innâ lillâhi wa innâ ilayhi râji‘ûn. Di tengah-tengah kesibukannya mendidik santri Al-Mukmin, Ustadz Yoyok masih sempat berdakwah di luar pesantren. Kegiatan dakwah itu bahkan sudah dilakukannya sejak sebelum berdirinya Pesantren Al-Mukmin. Bersama para dai dan aktivis Islam lain di Surakarta, ia turut mengisi Kuliah Zuhur di Masjid Agung dan menjadi salah satu penyiar RADIS. Setelah Pesantren Al-Mukmin berdiri, kegiatan dakwah tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Apabila sedang tidak mengajar, ia mengisi kajian di luar Pondok. Bersama Ustadz Abdullah Sungkar, Ustadz Abu Bakar Ba‘asyir, dan para asatidz lain, ia berbagi tema kajian. Ustadz Abdullah Sungkar biasanya menyampaikan tema tentang akidah. Ustadz Abu Bakar Ba‘asyir menyampaikan tema mengenai pentingnya menjalankan syariat Islam. Sementara itu, Ustadz Yoyok menyampaikan tema mengenai jilbab. Hampir setiap pengajian, tema yang disampaikan oleh Ustadz Yoyok selalu mengenai masalah jilbab. Saking seringnya menyampaikan tema tersebut, orang-orang sampai menyebutnya sebagai “malaikat berjilbab”. Ustadz Yoyok bahkan juga merupakan orang yang pertama kali menghebohkan masalah jilbab, terutama di wilayah Surakarta.52 Sungguh, ia adalah teladan yang baik dalam pendidikan dan dakwah.