KEPEMIMPINAN KHULAFAUR ROSYIDIN TELADAN DALAM MENGGENGGAM KEBENARAN
KEPEMIMPINAN KHULAFAUR ROSYIDIN
TELADAN DALAM
MENGGENGGAM KEBENARAN
Oleh: Muzayyin Marzuqi, MA.
Kepemimpinan Nabi di Madinah berjalan lebih kurang sepuluh tahun yang wilayah teritorialnya mencapai Makkah, Khoibar, Bahrain dan seluruh yang Jazirah Arab dan Yaman. Rosululloh menarik jizyah dari orang-orang majusi Hajar dan dari sebagian penduduk perbatasan Syam. Raja Romawi, Heraklius, pun mengirimkan hadiah kepada Rosululloh, demikian juga Muqouqis, penguasa Mesir dan Iskandariyah serta raja-raja di Aman dan juga Najasi, raja Habasyah. (Tafsir Ibnu Kastir surat An Nur ayat :55)
Sepeninggal Rosululloh, para sahabat pada akhirnya bersepakat memilih Abu Bakar ash Shidiq sebagai pengganti Rosululloh sebagai pemimpin umat. Mulanya beliau disebut sebagai kholifatulloh (kholifah Alloh), namun ketika sebagian sahabat memanggilnya dengan panggilan kholifatulloh, ia mengatakan : “Aku bukanlah kholifatulloh akan tetapi aku kholifaturrosul.” (Al Islam, Sa’id Hawa)
Di masa kholifah yang pertama inilah jazirah Arab yang tadinya telah tunduk kepada Islam dilanda bencana dahsyat yaitu banyaknya kaum murtad. Kemurtadan melanda seluruh negeri kecuali hanya sedikit tempat yang selamat. Hal antaranya disebabkan oleh munculnya nabi-tab palsu di samping adanya penduduk negeri yang enggan membayar zakat sebagaimana yang pernah ditunaikan kepada Rosululloh. Maka kebijakan yang luar biasa ditempuh sang Kholifah yaitu dengan memerangi dan menumpas orang-orang murtad termasuk di dalamnya mereka yang tidak mau membayar zakat. Meski yang terakhir ini pada awal keputusannya mendapat penentangan keras dari Umar bin Khothob karena berbeda pendapat dalam memahami sabda Rosululloh yang menjadi landasannya, namun pada akhirnya Umar menyetujui dan membenarkannya.
Di akhir hayatnya, Abu Bakar as Shidiq bermusyawarah dengan sebagian sahabat untuk memilih Umar bin Khothob sebagai calon pengganti setelahnya. Untuk itu ditulislah surat yang kemudian dibacakan di hadapan kaum muslimin bahwa Kholifah telah memilih Umar sebagai pemimpin pengganti setelahnya. Dan kaum muslimin pun mengatakan, “Kami mendengar dan kami mentaati.” (Al-Islam, Sa’id Hawa)
Pada era amirul mukminin Umar bin Khothob, kelurusan pemahaman Islam terjaga, Islamisasi wilayah semakin meluas, dan keadilan merata. Sampai-sampai seorang ibu yang tidak punya apapun untuk makanan anaknya sehingga terpaksa ia merebus batu demi “meninabubukkan” anaknya yang kelaparan pun terpantau oleh kholifah dan beliau langsung mengirimkan bantuan gandum dan memasaknya untuk mereka.
Kejujuran di tengah-tengah masyarakat benar benar membumi. Maka kita semua tahu bagaimana sang kholifah tak sengaja mendengar jawaban seorang anak penjual susu yang diminta oleh ibunya agar mencampur susu dengan air. Bahkan amirul mukminin tak ragu untuk meminang dan menikahkannya dengan seorang putranya. Sehingga dari beliaulah lahir seorang kholifah yang begitu alim dan terkenal dengan kezuhudannya, Umar bin Abdul Aziz.
Takdir Alloh, musibah menghampiri sang Amirul Mukminin, seorang Majusi bernama Abu Lu’lu’ah menikamnya ketika beliau tengah mengimami sholat jamaah. Setelah mendapat informasi perihal orang yang telah menikamnya, maka berkatalah Umar, “Segala puji bagi Alloh yang tidak menjadikan kematianku di tangan orang Islam.” (Tarikhul Khulafa’, as-Suyuti)
Di kala sang Kholifah masih terbaring sakit di rumahnya, beberapa sahabat datang mengusulkan agar Kholifah memilih calon pengganti sepeninggalnya. Namun kholifah menolak dan menyarankan agar mereka mendatangi enam orang sahabat yang temasuk dari sepuluh orang yang telah diberitakan oleh Rosululloh bahwa mereka mendapat jaminan masuk surga, dan Nabi ridho terhadap mereka. Mereka adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Sa’ad bin Abi Waqqas, Abdurrohman bin Auf, Zubair bin Al-Awwam dan Tholhah bin Ubaidillah, semoga Alloh meridhol mereka. Maka Kholifah menyarankan agar enam orang itu memilih salah satu dari mereka untuk menjadi kholifah sepeninggalnya.
Akhirnya Sang Kholifah pun wafat dalam keadaan syahid akibat luka tikaman yang dideritanya. Tiga hari kemudian Utsman bin Affan terpilih menjadi kholifah mengantikan Umar bin Khothob, semoga Alloh meridhoi keduanya.
Ketika Usman bin Affan telah dibaiat menjadi kholifah berkatalah Abdulloh bin Mas’ud as: “Kita telah memilih seorang amir dari orang terbaik yang masih ada.” (Tarikhul Khulafa’, Mustadrok Al Hakim)
Tugas kholifah yang baru melanjutkan pengembangan Islam hinggalah mencapai Afrika, Andalusia, dan juga negeri-negeri Khurosan. Benteng-benteng kerajaan Romawi pun dapat ditaklukkan kaum muslimin. (Tarikhul khulafa’, Jalaludin As Suyuti)
Pengembangan wilayah Islam maju sedemikian rupa, bersamaan dengan itu pemasukan negara pun melimpah ruah.
Pada masa kekholifahan Ustman bin Affan dilakukan perluasan Masjidil Harom dan Masjid Nabawi. Pada masanya pula Gubernur Mesir yang tadinya dijabat oleh Amru bin Al ‘ash digantikan dengan Abdulloh bin Saad bin Abi Sarah, sementara gubenur Kufah yang tadinya dijabat oleh Al Mughiroh digantikan dengan Saad bin Abi Waqash yang pada akhirnya digantikan lagi dengan Walid bin Mughiroh bin Abi Mu’ith.
Takdir Alloh tidaklah bisa dihindari. Kekholifahan Ustman bin Affan harus berakhir dengan peristiwa yang dikenal dengan nama “Yaumuddar”, di mana orang-orang yang terprovokasi oleh gerakan Abdulloh bin Saba’ mengepung rumah Kholifah untuk membunuhnya. (al-Khulafa’ ar-Rosyidun, lilmustawa ar-Robi’ bi Ma’hadil Mukmin)
Dalam kondisi fitnah yang berat dan mencekam semacam itu para sahabat dan putra-putra sahabat yang mulia menawarkan berbagai macam jalan keluar dan pembelaan meski harus berperang. Namun semua ditolak beliau dan dihadapinya sendirian demi menghindari pertumpahan darah antar kaum muslimin.
Di hari terakhir pengepungan, sang Kholifah mengatakan: “Hari ini orang-orang akan membunuhku. Aku telah bermimpi bertemu Rosululloh yang ditemani oleh Umar dan Abu Bakar, Beliau bersabda, “Ya Utsman berbuka puasalah di tempat kami.”
Ketika rumah Kholifah masih dalam keadaan terkepung, istri Utsman berujar, “Kalau kalian membunuhnya (kholifah) atau membiarkannya, maka ia adalah orang yang menghidupkan suasana malam dengan menghatamkan al-Qur’an dalam satu rokaat.” Akhirnya Usman a terbunuh dalam keadaan berpuasa sementara di tangannya membawa mushaf al-Qur’an.
Setelah Utsman terbunuh orang-orang bergegas menuju rumah Alias seraya berkata, “Kami akan membaiatmu. Ulurkan tanganmu. Harus ada seorang amir.” Ali lalu menjawab, “Ini bukan urusan kalian. Ini urusan ahlulbadr (orang orang yang ikut perang Badar). Siapa yang diridhoi oleh mereka, dialah Kholifah.”
Maka berdatanganlah para sahabat yang pernah ikut perang Badar dan akhirnya mereka membaiat Ali sebagai Kholifah.”
Kholifah yang keempat ini harus memulai tugasnya dalam situasi yang sangat berat, sulit dan memilukan hati. Utsman bin Affan terbunuh dalam keadaan teraniaya sementara orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan masih menguasai Madinah, penduduk Madinah pun merasakan kesedihan yang bercampur dengan amarah.
Dalam menghadapi situasi yang sangat kritis ini, Kholifah berijtihad untuk menentukan dua langkah strategis, meski sebagian sahabat tidak menyetujui nya akan tetapi Ali tetap melanjutkan langkahnya karena dalam pertimbangannya akan dapat memadamkan fitnah. Kedua langkah tersebut ialah:
- Menurunkan dari jabatan gubernur gubernur yang diisukan atau dituduh tidak adil oleh para penuduh, meskipun akhirnya terbukti bahwa tuduhan itu tidak benar.
- Mengakhirkan penetapan hukuman terhadap orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan Utsman bin Affan sampai situasi pemerintahan stabil serta kaum muslimin di berbagai negeri berpihak kepadanya.
Hal ini dilakukan karena mempertimbangkan bahwa orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan Kholifah Usman itu kuat dan berjumlah banyak yang tidak mungkin menundukkannya dengan mudah. Di samping itu mereka masih bercokol di Madinah menguasai situasi serta selalu ikut campur dalam setiap masalah.
Hasilnya, semua amir atau gubernur menyambutnya dan siap turun dari jabatan kecuali gubernur Syam, Muawiyah bin Abi Sufyan yang tidak siap untuk turun jabatan dengan tetap menghargai keutamaan dan kemuliaan Ali bin Abi Tholib. Hanya saja kondisi syar’i yang menuntut untuk membai’at Ali sebagai Kholifah tidak cukup jelas karena jauhnya jarak dan terbatasnya informasi. la beranggapan bahwa pemilihan kholifah terpengaruh oleh tekanan orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan Utsman , semoga Alloh meridhoi mereka. (al Khulafa’ ar Rosyidun,li Mustawa ar-Robi’ bi Ma’hadil Mukmin)
Pada dasarnya perbedaan pendapat antara dua sahabat Rosululloh tersebut disebabkan oleh perbedaan ijtihad yang menurut ahlu sunnah wal jama’ah keduanya mendapat pahala. Bagi yang benar mendapat dua pahala sementara yang salah mendapat satu pahala. Dalam hal ini pihak yang benar adalah Ali dan yang salah adalah orang orang yang menentangnya serta memeranginya. Semoga Alloh merahmati semuanya.
Suasana fitnah belum juga reda dan orang orang yang terprovokasi oleh gerakan Abdulloh bin Saba’ terus mengembangkan aksi mereka, hingga akhirnya menyebabkan terjadinya Perang Jamal dan Perang Shifin.
Meski demikian sang Kholifah tetap berusaha mengendalikan suasan dengan sebaik-sebaiknya dan tetap memegang prinsip bahwa di dalam sebuah wilayah Islam tidak boleh ada dua pemimpin atau dua kholifah. Meskipun pada akhirnya harus menemui kesyahidannya melalui tangan seorang Khowarij yang dikenal dengan nama Abdur Rahman bin Muljam.
Walhamdulillah bini’matihi tatimmus sholihat, itulah perjalanan empat Khulafaur Rosyidin yang Rosululloh memerintahkan umatnya untuk mengikuti jejak perjalanan hidupnya. Mereka menyebarkan Islam, mendakwahkan, memegang teguh, serta menerapkannya secara kaffah. Satu dari mereka mengakhiri hidupnya dengan sakit biasa, sementara yang tiga lainnya harus mengakhir hidup dengan mati syahid di jalan-Nya. Semoga Alloh merahmati semua dan juga kita. Amin