Faktor penghambat pendidikan anak dalam Islam

Faktor penghambat pendidikan anak  dalam Islam
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًاوَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لايَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)

Imam Muqatil bin Sulaiman berkata, “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka,” yakni memelihara dengan adab yang shalih (baik).
Imam Mujahid dan Imam Muqatil juga berkata, “Peliharalah dirimu dengan amal perbuatanmu, dan peliharalah keluargamu dengan wasiat-wasiatmu.”
Ibnu Jarir berkata, “Wajib bagi kita mengajarkan anak-anak kita tentang agama dan kebaikan, beserta perkara adab yang dibutuhkannya.” (Tafsir Fathul Qadir)

Pendidikan merupakan satu dari pembahasan-pembahasan yang ada pada Al-Quran. Maka tepatlah jika ayat yang pertama kali Allah turunkan kepada Nabi Muhammad saw. adalah perintah untuk membaca. Di samping itu, dalam Al-Quran juga banyak sekali kisah tentang para nabi yang mendidik kaumnya, juga para ayah mendidik anak-anaknya sebagaimana Ibrahim mendidik Ismail, Ibrahim mendidik Ishaq, Ishaq mendidik Ya’kub, Ya’kub mendidik kedua belas anaknya termasuk di antaranya Yusuf AS. Tak luput pula, bagaimana Allah menerangkan tentang pendidikan yang diberikan oleh Maryam kepada anaknya Isa as. Juga Hajar kepada anaknya Ismail as. Dari kisah-kisah yang ada pada Al-Quran tersebut, kita bisa mengambil sebuah hikmah, ibrah, sekaligus metode dalam pendidikan untuk anak, keluarga, masyarakat, bangsa, dan juga negara.

Didalam bahasa Arab ada tiga istilah yang biasa digunakan untuk menyebut pendidikan. Yaitu: Tarbiyah, Ta’lim dan Ta’dib, namun yang paling populer digunakan adalah istilah Tarbiyah. Dari kata tarbiyaah ini, Imam Al-Baidlowi dalam tafsirnya Anwar At-Tanzil Wa Asrar At-Ta’wil, mengemukakan pengertian tarbiyah sebagai menyampaikan sesuatu hingga mencapai kesempurnaan.

Selanjutnya menurut An-Nahlawi, kata tarbiyah berasal dari tiga kata, yaitu  raba-yarbu yang artinya bertambah dan berkembang,  rabiya-yarba dengan wazan (bentuk) khafiya-yakhfa yang berarti tumbuh dan berkembang, rabba-yarbbu dengan wazan (bentuk) madda yamuddu yang berarti memperbaiki, mengurusi kepentingan, mengatur, menjaga dan memperhatikan. 

Menurut Abdurrahman Al-Bani dalam tulisannya “Madkhal Ilat-Tarbiyah” menegaskan bahwa kata “Tarbiyah” itu memiliki empat unsur makna yakni, pertama menjaga dan memelihara fitrah anak. Kedua, mengembangkan potensi dan menyiapkannya. Ketiga, mengarahkan fitrah dan petensi tersebut secara baik dan sempurna. Keempat, bertahap dalam menjalankannya 

Sedangkan secara umum pendidikan atau tarbiyah adalah sebuah amal yang memiliki proses menyampaikan dan menumbuhkan  sesuatu secara bertahap dan dilakukan sesuai pada batas kemampuan dan selalu berkembang. Adapun tujuannya adalah membentuk karakter kebaikan sesuai dengan fitrah manusia itu sendiri. Dengan begitu maka pendidikan atau tarbiyah adalah menjaga supaya manusia tetap dalam fitrahnya sebagaimana ia dilahirkan supaya tidak tersusupi oleh hawa nafsu yang dihembuskan setan.

Rasulullah saw. bersabda bahwa “Semua manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi. (HR. Bukhari)

Maka untuk menjaga fitrah manusia tetap dalam tauhid dan karakter kebaikan maka Allah menurunkan risalahnya berupa Al-Quran dan juga Sunnah Rasul-Nya sebagai buku panduan untuk menjaga fitrah tersebut sekaligus mendidiknya dalam bingkai keimanan dan ketaqwaan yang sempurna. Jika Al-Quran dan juga sunnah sudah dijadikan pedoman dalam mendidik, tidak diragukan lagi hasil didikan tersebut akan menuai kesuksesan sebagaimana kesuksesan Lukman dalam mendidik anak-anaknya yang secara gamblang Allah tegaskan dalam surat Lukman.

Usaha mendidik anak agar menjadi sesuai fitrahnya memang tidak gampang, banyak liku-liku yang harus dihadapi oleh orang tua untuk menuju ke arahnya, jika kita melihat ajaran Islam akan nampak jelas rambu-rambu yang selayaknya dilalui oleh orang tua atau pendidik  yang menginginkan anak didiknya  menjadi sesuai fitrahnya.  Rambu-rambu tersebut tidak dimulai ketika anak sudah lahir, bahkan sebelum anak lahir dan sebelum seseorang memasuki mahligai rumah tangga.

Diantara rambu-rambu tersebut adalah : memilih calaon pasangan yang sholihatau sholihah, menanamkan tauhid yang benar, menjaga agar keluarga tetap sakinah mawadah dan rahmah serta menjauhkan dari faktor yang bisa menghambat pendidikan anak, diantara faktor tersebut adalah:

  1. Tidak adanya contoh teladan yang baik

Teladan merupakan metode pendidikan yang paling efektif dibandingkan dengan seribu kata-kata atau ucapan . Teladan adalah bahasa tubuh yang paling mudah ditangkap anak karena ia menggunakan visual untuk menangkap pesan yang tersampaikan. Cara orang tua atau pendidik berbicara, duduk, berjalan, menasehati, menyambut tamu, mengurus rumah, mengurus pekerjaan, dan lain sebagainya, semua akan dipotret oleh kamera alam bawah sadar anak. Setiap hari anak bergaul dengan orang-orang disekitarnya dan menangkap semua peristiwa di depan matanya dan langsung diserap oleh otak.

Karena itu orang tua atau pendidik harus berhati-hati dalam berperilaku serta bisa menjadi contoh teladan yang baik. Seseorang yang terpengaruh secara tidak disadari akan mneyerap kepribadian orang yang mempengaruhinya, baik sebagian maupun seluruhnya. Oleh sebab itu, betapa bahayanya bila seseorang berbuat tidak baik padahal ada orang lain yang menirunya. Dengan demikian orang tersebut akan menanggung dosa yang menirunya.

  1. Kesibukan orang tua

Orang tua yang sibuk sehingga tidak sempat memperhatikan pendidikan anak menyebabkan terjadinya dekadensi moral pada anak yang dapat menyebabkan buruknya kepribadian anak, kurangnya perhatian ke dua orang tua, terutama ibu, yang lebih berperan penting dalam hal mendidik anak, kurangnya perhatian tersebut disebabkan oleh kesibukan orang tua sehingga tidak ada kesempatan untuk mengarahkan dan mendidik anaknya.

Apabila si ayah tidak lagi peduli terhadap si anak, dan juga si ibu atau bahkan para pendidik yang kurang menunaikan kewajibannya dalam hal mendidik anak, anak akan merasa dan tumbuh seperti halnya anak yatim, yang tidak memiliki orang tua, dia akan menjadi sampah masyarakat yang suatu saat akan menjadi penyebab terjadinya kerusakan dan kejahatan di tengah-tengah masyarakat, kecuali Allah mempunyai takdir lain.

Bukan menyalahkan orang tua atau para pendidik yang berkerja ataupun yang mempunyai tugas tertentu, sehingga mereka tidak sempat memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak-anak didiknya serta tidak memperhatikan pendidikan agama khususnya pendidikan akhlaknya. Karena jika seorang anak kurang kasih sayang dan perhatian dari orang tua atau pendidiknya akan menjadikan anak tersebut brutal dan berontak terhadap apapun, bahkan mereka bisa melakukan hal-hal di luar dugaannya.

  1. Sikap orang tua yang kurang baik

Selain kurangnya perhatian yang diberikan orang tua kepada anak. Para orang tua juga masih banyak yang berpandangan sempit mengenai pendidikan. Masih banyak para orang tua yang beranggapan bahwa pendidikan agama khususnya pendidikan akhlak cukup diberikan di lembaga formal (sekolah) atau guru ngaji yang ada di lingkungan sekitar.

Kita seringnya lupa bahwa berbuat kebaikan itu tidaklah harus pada hal-hal yang besar. Mulai dari diri sendiri, dari yang kecil, dan mulai saat ini, itu slogan yang akrab kita dengar. Seperti itu juga seharusnya kita bersikap pada anak. Terkadang kita salah bersikap dengan anak. Kita berusaha keras berakhlak baik di hadapan orang lain dan menjaga perasaan mereka namun ternyata kita tidak bisa menjaga perasaan anak-anak kita. Seenaknya saja kita bicara pada mereka. Seenaknya kita memerintah dan mencela. Kita berpikir bahwa anak adalah orang yang ada dibawah kekuasaan kita tanpa memperdulikan perasaan mereka.

  1. Lingkungan yang kurang baik

Lingkungan yang baik akan memberikan “gizi “ yang baik bagi pertumbuhan mental kejiwaan anak. Sebaliknya lingkungan yang rusak akan menanamkan benih kerusakan pada jiwa anak. Interaksi anak dengan lingkungan tidak dapat dielakkan, karena anak membutuhkan teman bermain dan kawan sebaya untuk bisa diajak bicara sebagai bentuk sosialisasi. Sedikit banyak informasi yang diterima akan terekam dibenak anak. Lingkungan rumah serta lingkungan pergaulan anak yang jauh dari nilai-nilai islam, lambat laun akan dapat melunturkan pendidikan agama khususnya pendidikan akhlak yang telah ditanamkan baik dirumah maupun di sekolah.

  1. Kemajuan dan kecanggihan teknologi tanpa ada kontrol yang baik

Kemajuan di bidang teknologi informasi menghadirkan cara mudah berkomunikasi bagi manusia modern. Beragam aplikasi komunikasi dan jejaring social bisa dengan mudah di dapat dan digunakan. Dampak dari kemajuan ini tentunya membuat kegiatan berkomunikasi saat ini menjadi jauh lebih mudah, cepat, dan semakin variatif. Kemajuan dalam dunia berkomunikasi selain mempermudah manusia, ternyata juga menimbulkan masalah. Tanpa disadari, teknologi informasi ternyata memfasilitasi sikap reaktif dan emosional, juga memproduksi bermacam-macam masalah baru bagi peradapan manusia. Dulu, tentu tidak ada pertengkaran antar orangtua dan anak yang diakibatkan karena masalah lupa bawa HP (sehingga susah di hubungi). Dulu, tentu tidak ada pertengkaran karena salah tafsir membaca teks sms atau bbm. Dan dulu, tentu luapan perasaan emosional seseorang yang tidak patut, tidak diproduksi dengan mudahnya diruang-ruang public, dan bisa diketahui oleh orang lain. Hal ini sebenarnya tanpa kita sadari telah banyak memberikan dampak yang negatif kepada perkembangan anak, terutama dalam pembentukan pribadi dan karakter anak.

Wallahu A’lam Bi Shawab

 

 

Sumber Bacaan :

  1. Al Qur’an Al Karim
  2. Pedoman pendidikan anak menurut Al Qur’an dan As Sunnah, Syaikh Kholid Abdurrahman
  3. Hanya untukmu Anakku, Ibnu Qoyyim al Jauziyyah
  4. Panduan Tarbiyah wanita sholihah, Isham bin Muhammad Asy Syarif
  5. Mendidik anak laki-laki, DR. Kholid Asy Syantut
  6. Mendidik Generasi Idaman, DR. Fadhl Halim

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *