Pandangan Islam terhadap Berita Hoax

Pandangan Islam terhadap Berita Hoax

 

Oleh: Ibnu Mubarok

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: 

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu.” (Q.S.Al-Hujurat ayat 6)

Ayat tersebut diturunkan untuk mengajarkan kepada kaum muslimin agar berhati-hati dalam menerima berita dan informasi. Sebab informasi sangat menentukan dalam pengambilan keputusan. Perintah memeriksa ini diungkapkan oleh al-Qur’an dengan kata  fatabayyanu yang bermakna memeriksa dengan teliti, tidak terburu-buru mengambil kesimpulan seraya melihat berita dan realitas yang ada sehingga jelas apa yang sesungguhnya terjadi. Terhadap kata “tabayyun” ini Ath-Thabari memahaminya dengan “Endapkanlah dulu sampai kalian mengetahui kebenarannya, jangan terburu-buru menerimanya…”

Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim berkata, “Allah Ta’ala memerintahkan untuk melakukan kroscek terhadap berita dari orang fasik. Karena boleh jadi berita yang tersebar adalah berita dusta atau keliru.” Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di saat menerangkan ayat di atas, beliau berkata, “Termasuk adab bagi orang yang cerdas yaitu setiap berita yang datang dari orang kafir hendaknya dicek terlebih dahulu, tidak diterima mentah-mentah. Sikap asal-asalan menerima amatlah berbahaya dan dapat menjerumuskan dalam dosa. Jika diterima mentah-mentah, itu sama saja menyamakan dengan berita dari orang yang jujur dan adil. Ini dapat membuat rusaknya jiwa dan harta tanpa jalan yang benar dan tersebarnya berita yang palsu/bohong atau biasa disebut hoax.

Hoax adalah suatu kata yang digunakan untuk menunjukan pemberitaan palsu atau usaha untuk menipu dan mengakali pembaca/pendengarnya untuk mempercayai sesuatu yang biasanya digunakan dalam medsos, misalnya: facebook, tweeter, blog, dan lain-lain. Hoax biasanya menyebar bagai virus. Sehingga wajar saja banyak kabar hoax yang menjadi terkenal dan viral dan bahkan orang-orang dengan tanpa sadar ikut menyebarkan berita tersebut. 

Terdapat sedikitnya empat macam hoax. Pertama, mitos atau cerita berlatar masa lampau yang boleh jadi salah, tetapi dianggap benar karena diceritakan secara turun-temurun. Kedua, glorifikasi dan demonisasi. Glorifikasi adalah melebih-lebihkan sesuatu agar tampak hebat, mulia, dan sempurna. Sebaliknya, demonisasi adalah mempersepsikan sesuatu seburuk mungkin seolah tanpa ada kebaikannya sedikit pun. Ketiga, kabar bohong atau informasi yang diada-adakan atau sama sekali tidak mengandung kebenaran. Keempat, info sesat, yaitu informasi yang faktanya dicampuradukkan, dipelintir, dan dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi seolah-olah benar.

Fenomena hoax atau penyebaran berita palsu secara meluas dan berdampak besar bukanlah hal baru dalam sejarah manusia, bahkan korbannyapun tidak pandang bulu, disebabkan begitu mudahnya meneruskan dan membagikan berita yang tidak dikonfirmasi itu. Diantara berita hoax yang pernah terjadi adalah:

  1. Masa Nabi Adam A.S, ketika mendapat kabar bohong dari Iblis sehingga terusir dari surga.
  2. Masa‎Siti Maryam, Ibu Nabi Isa AS yang dituduh berbuat keji dan berzina karena melahirkan seorang anak tanpa kehadiran seorang ayah. Sampai kemudian Allah menurunkan ayat untuk mengklarifasi hal tersebut. (Q.S. Maryam: 28).
  3. Masa Nabi Nuh AS, dituduh orang gila yang berambisi menjadi penguasa. Sebagaimana Allah jelas dalam Al Quran (Q.S. Al Qamar: 9).
  4. Fir’aun juga menyebarkan berita hoax dengan menyebutkan Nabi Musa AS adalah ahli sihir yang ingin merebut kekuasaan dari Fir’aun dan mengusir rakyatnya dari negeri mereka. (Q.S. As-Syuara: 34-35).
  5. Masa Nabi Muhammad SAW juga harus berhadapan dengan berbagai macam berita hoax, bahkan Nabi Muhammad sendiri menjadi sasaran  kejinya hoax. Seperti hoax yang disebarkan ketika perang Uhud sedang berkecamuk. Tiba-tiba terdengar berita bahwa Nabi Muhammad telah terbunuh. Sungguh berita ini mengejutkan para sahabat yang sedang berperang dan terjadi kegoncangan yang cukup besar hingga ada sahabat yang meninggalkan medan perang. Inilah salah satu penyebab besar banyaknya korban umat Islam dalam perang uhud. Kemudian hoax yang paling keji yang disebarkan oleh orang-orang munafik di Madinah adalah hoax tentang fitnah kepada istri nabi, Aisyah. Atau sering disebut dengan hadisatul ifki. 

Islam sebagai dien yang sempurna, tentunya mengatur juga masalah ini. Orang beriman selayaknya mengklarifikasi berita yang sampai serta harus melakukan proses seleksi, menyaring, dan jangan sembrono dengan menerimanya begitu saja. Islam  sebenarnya memiliki doktrin yang ketat untuk menghindari hoax. Kita bisa melihat  bagaimana para perawi hadis itu disanadkan. Mereka harus memenuhi syarat tertentu untuk disebut layak dan pantas sebagai perawi. Sampai-sampai, jika perawi itu diketahui pernah berbohong meski di luar konteks hadis itu, hadisnya akan ditinggalkan. Begitu juga dengan perilakunya yang harus sesuai dengan ajaran Islam.

Di dalam al-Qur’an telah jelas diterangkan bahwa berita bohong atau hoax adalah modal orang-orang munafik untuk merealisasikan niat kotor mereka, sebagaimana terdapat dala ayat-Nya :

لَئِنْ لَمْ يَنْتَهِ الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ وَالْمُرْجِفُونَ فِي الْمَدِينَةِ لَنُغْرِيَنَّكَ بِهِمْ ثُمَّ لَا يُجَاوِرُونَكَ فِيهَا إِلا قَلِيلا (60) مَلْعُونِينَ أَيْنَمَا ثُقِفُوا أُخِذُوا وَقُتِّلُوا تَقْتِيلا (61(

“Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang- orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar, dalam keadaan terlaknat. Dimana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap dan dibunuh dengan sehebat-hebatnya” (QS. al-Ahzaab  : 60-61).

Sebagai seorang Muslim kita diperintahkan untuk tabayyun atau meneliti kebenaran sebuah berita sebelum mempercayai apalagi menyebarkannya, yang bisa menjerumuskannya dalam fitnah. Allah SWT berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” (QS.al-Hujurat  : 6)

Ketika menerima atau mendengar berita bohong (hoax) dan menyebarkannya, terkadang kita menganggapnya sebagai hal yang kecil atau biasa, padahal itu di sisi Allah SWT adalah perkara besar, sebagaimana firman Allah SWT,

إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُم مَّا لَيْسَ لَكُم بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِندَ اللَّهِ عَظِيمٌ ﴿١٥﴾

 “(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga dan kamu menganggap sesuatu yang ringan saja. Padahal dia di sisi Allah adalah besar” (QS. an-Nuur  : 15).

Adapun bagi mereka yang menyebarkan berita hoax tanpa menyadari bahwa berita itu bohong, maka Allah SWT telah memperingatkan kita dalam surat al-Isra ayat 36 ,

وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا (36(

”Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabannya”.

Maka dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam komunikasi verbal maupun tulisan melalui media sosial, sikap tabayyun harus senantiasa kita utamakan, sebelum mengambil kesimpulan apalagi tindakan. Dengan demikian, salah paham, perselisihan dan pertengkaran, bisa kita jauhkan dalam kehidupan, sehingga rahmat Allah senantiasa melingkupi kehidupan kita.

وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ لَمَسَّكُمْ فِي مَا أَفَضْتُمْ فِيهِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Sekiranya tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu.” (QS. An-Nur [24]: 14).

Wallahu A’lam Bi Shawab

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *